Circles: Album Perpisahan yang Penuh Makna dari Mac Miller

Circles oleh Mac Miller
Genre: Neo-Soul
Tanggal Rilis: 17 Januari 2020
Label: Warner Bros.

Kehilangan seorang musisi tidak pernah selalu mudah di mata penggemarnya, apalagi untuk seseorang yang tidak memiliki musuh seperti Mac Miller. Selama hidupnya, pria ini terkenal dengan imejnya yang santai, membuat teman di sepanjang perjalanannya dengan bekal satu tujuan hidup yang pasti: berkarya.

Tidak lama sebelum kematiannya yang tidak diduga, Mac tidak begitu dikenal karena musiknya, melainkan status percintaan. Bagaimanapun, “mantan pacar Ariana Grande” adalah predikat yang sulit untuk dilepas siapapun. Entah ini ikut menyumbang niatan buruk Mac hingga sampai overdosis narkoba, tidak ada yang tahu. Yang pasti kepergian pria ini tidak hanya meninggalkan duka.

Album terakhir Mac sebelum meninggal adalah Swimming yang bisa dibilang, polarizing? Hentakan hip hop selalu jadi ciri khas dari Mac, dan gue pribadi juga menemukan musiknya melalui album GO:OD AM yang bisa dibilang punya warna musik arogan. Melihat dia menjadi orang yang tiba-tiba emosional dalam sekumpulan lagu neo-soul (dimulai dari album The Divine Feminine) tentu mengagetkan siapapun, sehingga menimbulkan respon positif dan negatif yang beradu. Mungkin paralel perkembangan Mac bisa ditelisik dari musisi lain, yakni Tyler, the Creator yang ujug-ujug banting stir dengan album Flower Boy.

Mereka berdua berawal sebagai musisi yang bisa dibilang punya imej garang hanya untuk menjadi jujur ke diri mereka sendiri di sepanjang karir. Untuk Mac sendiri, terlebih soal penyakit depresi yang dialaminya.

Circles adalah rilisan yang tidak pernah diduga bakal datang di 2020. Album yang satu ini adalah yang biasanya disebut sebagai album posthoumous, yakni istilah album yang dirilis setelah musisinya wafat.

Tren ini jadi “barang baru” ketika Lil Peep meninggal di dalam bus atau ketika XXXTentacion tiba-tiba tewas ditembak. Tentu kedua rapper ini sudah tidak bisa berkarya lagi, namun labelnya masih memegang beberapa lagu mereka yakin masih ditunggu-tunggu oleh penggemar.

Lil Peep punya Come Over When You’re Sober Pt. 2 yang sebenarnya sudah siap dirilis kalau saja sang musisi tidak meregang nyawa. Di lain sisi, (label) XXXTentacion punya Skins dan Bad Vibes Forever, dua album yang berisi lagu-lagu cadangan XXXTentacion. Ya memang benar ditunggu-tunggu penggemar, namun di sisi yang sama orang awam tidak bisa menemukan diri mereka menaruh lagu-lagu separuh matang tersebut ke dalam daftarputar mereka. Berbeda dengan Circles yang terasa kohesif dan juga layak untuk dikenang.

Awalnya Circles sendiri belum sepenuhnya rampung. Adalah kawan sekaligus produser musik Jon Brion yang mendedikasikan waktunya untuk merealisasikan visi Mac. Dari segi isi, vokal Mac memang sudah terdengar matang, jadi mungkin Jon berusaha mengisi kepingan puzzle yang berupa tambahan instrumen lain (yang semuanya terdengar tidak kagok sama sekali). Akhirnya, Circles jadi suatu karya yang utuh yang penuh momen.

Good News adalah single pertama yang hadir menjelang perilisan album. Lagu ini memang cocok untuk memperkenalkan apa yang bakal Mac dan Jon sajikan di Circles. Semasa hidupnya, Mac berjuang untuk menjadi bahagia, dan di Good News hal itu jelas terlihat.

“There ain’t a better time than today
Well, maybe I’ll lay down for a little, yeah
Instead of always tryin’ to figure everything out



Atau mungkin lebih tepatnya mencoba untuk lebih legowo. Tidak apa di bawah, karena tidak akan selamanya. Bersama dengan kepergian Mac yang masih menyisakan luka, single ini membawa pendengar ke sisi yang sentimental; sebuah lagu yang konteksnya berbeda ketika sang penyanyi sudah tiada dan membuat kita berandai tentang apa yang terjadi kalau keadaannya berbeda untuk Mac.

Circles awalnya digadang sebagai entri kedua dari trilogi album yang diawali dengan Swimming, dan meski kita tidak dapat menyaksikan apa yang dilihat Mac melalui album ketiga, kedatangan Circles adalah hal yang sangat harus disyukuri.

Gue mungkin bodoh karena intro dari trek titular Circles ngingetin gue sama Kidung-nya Chrisye. Terlepas dari itu, lagu ini punya aransemen yang minimalis. Nihil drum, tapi dengan bass berkarakter bulat, mempersiapkan Mac dengan penyampaiannya yang santai. Bisa dibilang keseluruhan album memanfaatkan kombinasi ini hanya saja dengan variasi yang berbeda-beda.

Kehadiran synth bernuansa brass dalam Complicated, misalnya, membuat suasana yang lega dan centil. Sedangkan di Blue World, chord yang wobbly memberikan sedikit suasana ala musik Kaytranada. Suasana yang ceria mulai tergantikan ketika Good News mengambil alih. Kerokan gitar yang polos menjadi ciri khas dari lagu ini, yang jauh berbeda dari suksesornya yakni I Can See.

Lagu yang satu ini mengambil influens lounge jazz melalui synth bernuansa geseknya, diiringi dentingan bel yang rileks. Mac makin mengungkapkan kepasrahannya, dengan menyanyikan “And I know if life is but a dream then so are we.”

Everybody adalah hal yang mendekati sebuah ballad, memanfaatkan piano beroktaf rendah untuk memberi ruang pada vokal. Hentakan drum yang lincah tidak semerta-merta membuat lagu ini jadi terkesan upbeat, justru makin membuat penyampaian Mac makin nyata.

Penggunaan drum sintetis pada Circles bisa diperhatikan melalui Complicated maupun I Can See, tapi tidak ada yang seprominen Woods. Lagu ini adalah catutan pop 80-an yang suasanya terbentuk melalui synth yang gemerisik dan tabuhan drum dengan ketukan jarang. Gue juga suka flow Mac di sini waktu bagian sebelum pergerakan chord-nya berubah.

Hand Me Downs adalah lagu yang lu denger di credits film atau semacamnya. Punya warna suara yang konklusif dan kali ini Mac mengundang Baro Sura, sehingga Hand Me Downs punya suasana yang punya timbal balik, semacam persahabatan. Suara rintihan di akhir lagu mencerminkan suasana yang makin tenang sehingga makin bikin gue yakin kalau sebenarnya ini bisa jadi ending album ini.

Namun Circles tetap berlanjut dengan That’s On Me, di mana penggunaan gitar terlihat lebih jelas dari sebelum-sebelumnya. Gue suka penggunaan flanger ketika Mac bicara “Today I’m fine”. Unsur ini benar-benar sinergis sama karakter dia yang udah santuy banget.

Hands, di lain sisi, adalah sedikit upaya Mac untuk menghidupkan kembali sisi hip hopnya. Beat yang memiliki progresi chord 7th bikin gue keingetan sedikit sama karya Tyler zaman Odd Future, tapi kali ini punya instrumen denting yang sempet ada di I Can See. Potongan vokal sorakan dengan pitch yang dinaikkan berusaha memberikan ritme untuk lagu ini.

Mungkin orang lain tidak begitu sadar ini, tetapi absennya bunyi simbal drum di Surf bikin semacam persiapan landing untuk album ini. Trek kedua terakhir dari Circles mencoba memusatkan perhatiannya hanya pada sepasang gitar, bass, dan drum. Gue suka solo fuzz di pertengahan lagu yang datang dari antah berantah, dan juga bagaimana lagu ini ngehabisin 2 menit durasinya untuk instrumental doang.

Dan sama seperti Circles mengawali dengan aransemen minimal, Once a Day mengakhiri album ini dengan hal serupa. Malcolm sekali lagi hadir dengan renungan hidupnya, seakan-akan 11 trek lalu tidak berhasil mengungkapkan rasa legowonya dengan apa yang terjadi.

Beberapa akan menganggap album ini monoton karena memiliki hulu yang sama: Mac dan depresinya. Di sisi yang lain, Mac juga ahli dalam perasaannya sendiri, berhasil menjelajahi apa yang membuat hidupnya kosong dengan dimensi yang berbeda. Ditambah aransemen Jon yang tidak pernah terasa keluar jalur, Circles adalah sebuah album yang cocok untuk menikmati awan yang bergerak gesa sembari kita diam sejenak untuk menikmati apapun yang ada. Tidak apa untuk berhenti sebentar, namun sayang Mac harus selamanya.

Selamat jalan.

Penulis: nokitron

My hobby may not be my speciality, but I know too much about it.

Tinggalkan komentar