Rainbow Bridge 3, Proyek Hip Hop Paling Metal dari Sematary

Gue mungkin ga bahas di seluruh review, tapi materi Sematary ga pernah jauh dari kekerasan dan satanisme. Kurang metal apa coba?

Rainbow Bridge 3
oleh Sematary
Genre: Experimental Hip Hop, Trap Metal, Horrorcore, Power Noise
dirilis pada 30 April 2021 di bawah label Haunted Mount

review sematary trap metal

Sematary bukan nama pertama yang terlintas di pikiran orang untuk mewakili trap metal. Semenjak penciptaannya, subgenre ini memang selalu terkenal dengan instrumen yang dingin, diiringi dengan vokal yang katarsis. Entah itu geraman BONES dan CORPSE HUSBAND, sautan Ghostmane, jeritan Scarlxrd, atau bentakan Zillakami dan Sosmula, trap metal selalu diwakili oleh beat yang minimalis; memberi ruang untuk vokal bermekar.

Lanjutkan membaca “Rainbow Bridge 3, Proyek Hip Hop Paling Metal dari Sematary”

Weezer hadir dengan “OK Human” yang ga OK OK amat

Weezer tidak perlu membuktikan dirinya di album ini. Bukan berarti hal yang baik sih, they just do whatever they want.

OK Human
oleh Weezer
Genre: Chamber Pop, Pop Rock, Piano Rock
dirilis pada 29 Januari 2021 di bawah label Crush

Weezer adalah salah satu band yang cukup berpengaruh dalam eksplorasi musik gue. Terlepas ini adalah salah satu band Amerika Serikat terkenal sepanjang masa, gue baru denger Weezer waktu umur 17, 18? Hal ini relevan, karena musik Weezer di awal memancarkan suasana remaja.

Lanjutkan membaca “Weezer hadir dengan “OK Human” yang ga OK OK amat”

Fresh Finds Indonesia #2

“Weh, ternyata lanjut ke bagian 2, tha? Kirain mandeg kayak proyek yang sebelum-sebelum.”

Di Fresh Finds Indonesia yang pertama, gue ngasi opini soal lagu-lagu yang gue temuin di playlist Spotify, entah layak atau tidak untuk didengar. Dari sudut pandang subjektif tentu saja. Makanya tidak menyertakan folk akustik yang dirasa terlalu by-the-numbers alias biasa aja.

Lanjutkan membaca “Fresh Finds Indonesia #2”

Viagra Boys membawa Post-Punk yang Bikin Tegang dalam “Welfare Jazz”

Band asal Swedia ini bisa jadi tambahan dalam playlist kalian, atau mungkin kalian bisa dengar Parquet Courts untuk kesekian kalinya. Your choice.

Welfare Jazz
oleh Viagra Boys
Genre: Post-Punk, Art Punk, Dance Punk
Dirilis tanggal 8 Januari 2021 di bawah naungan YEAR0001

Mendengar nama band-nya saja sudah pasti kalian tersenyum kecil. Iya, seperti namanya, Viagra Boys adalah kumpulan lelaki penuh semangat yang memutuskan untuk membuat band punk.

Lanjutkan membaca “Viagra Boys membawa Post-Punk yang Bikin Tegang dalam “Welfare Jazz””

Aethernet: Awal Tahun yang Mengagumkan untuk Fax Gang

Di antara gemuruh lo-bit, di Aethernet tersimpan karya yang intim dan catchy.

Aethernet
oleh Fax Gang
Genre:
Cloud rap, Alternative R&B, Hexd
Rilis: 1 Januari 2021

Fax Gang adalah kolektif global beranggota lima orang. Konseptornya, PK Shellboy, adalah seorang warga Filipina. Blacklight tinggal di Australia, maknaeslayer di Inggris, NAIOKI di Norwegia, dan GLACIERBaby adalah warga Amerika Serikat. Mereka berlima menangani audio dan visual mereka sendiri dan Fax Gang bermula dari iseng-iseng di Discord.

Lanjutkan membaca “Aethernet: Awal Tahun yang Mengagumkan untuk Fax Gang”

Tony Velour menyelami Hyperpop lebih dalam di “3M”

Dengan durasi singkat, 3M ga bakal menyita waktu lu. Di saat yang sama, 3M juga bukan sesuatu yang menyita perhatian.

3M
oleh Tony Velour
Genre:
Hyperpop, Bubblegum Bass
Rilis:
15 Oktober 2020

Nama Tony Velour ga begitu akrab di telinga gue, sampai mungkin ketika dia tampil di salah satu lagu dalam 1000 Gecs and The Tree of Clues. Itu, dan juga gue direkomendasiin sama salah satu temen internet, Iqbal, di salah satu video.

Lanjutkan membaca “Tony Velour menyelami Hyperpop lebih dalam di “3M””

Circles: Album Perpisahan yang Penuh Makna dari Mac Miller

Circles oleh Mac Miller
Genre: Neo-Soul
Tanggal Rilis: 17 Januari 2020
Label: Warner Bros.

Kehilangan seorang musisi tidak pernah selalu mudah di mata penggemarnya, apalagi untuk seseorang yang tidak memiliki musuh seperti Mac Miller. Selama hidupnya, pria ini terkenal dengan imejnya yang santai, membuat teman di sepanjang perjalanannya dengan bekal satu tujuan hidup yang pasti: berkarya.

Lanjutkan membaca “Circles: Album Perpisahan yang Penuh Makna dari Mac Miller”

Gue suka banget Kanye West – The Life of Pablo (2016)

Sekarang tahu kenapa taste anak yang satu ini jelek sekali: Dia suka The Life of Pablo!

nokitron review musik bahasa indonesia

Layaknya pagi-pagi lain di atas motor, ide acak muncul ke dalam kepala gue. Ketika perjalanan pulang dari pasar sama Mama, gue memikirkan untuk mendengar ulang The Life of Pablo setibanya di rumah.

Kontroversi Kanye West lagi-lagi diperbarui dengan Jesus Is God, album yang baru dia rilis beberapa hari lalu. Penggemar, pembenci membicarakan keabsahan pengakuan West soal “album religi” yang ia buat. Kanye melewati masa-masa yang janggal dengan lebih sering ibadah minggu, melayani di gereja-gereja. Janggal karena perilaku ini bukan yang diharapkan dari seorang rapper yang sering mengangkat hedonisme. Tidak salah orang mencari bukti lebih kalau Kanye telah benar-benar berubah, meski keabsahannya pun tidak begitu berpengaruh pada apapun, sih.

Layaknya Yeezus (maupun Yandhi), Jesus Is King tampil polos tanpa sampul album. Namun kesamaan ini hanya terbatas di situ, soalnya sampul kedua album ini menyampaikan pesan yang berbeda.

Yeezus menelanjangi diri dari My Beautiful Dark Twisted Fantasy yang penuh dengan wibawa, sehingga membawa karya Kanye menuju god complex yang jauh dari sebelumnya. Berselang dua album, Jesus Is King memancarkan nada segan, rendah hati dengan gambar vinyl biru prusia bertulisan kuning emas yang berisi lagu-lagu “gospel” berdurasi singkat.

Apa yang gue denger dari Jesus Is King bukan puji-pujian yang mencerahkan. Salah satu trek paling berkesannya saja adalah On God, lagu dengan arpeggio futuristik dan brass leyot-leyot khas 80-an. Tidak ada nuansa gospel-gospelnya sama sekali.

The Life of Pablo punya Ultralight Beam, salah satu intro terkuat yang pernah gue denger dari album manapun. Lagu dimulai dengan potongan ucapan gadis cilik dengan sulih suara Kanye agar terkesan seperti dialog. Nuansa syahdu tidak terputus ketika bass yang tidak melulu hadir memberi pondasi pada pad menggertak dan drum sinkopatik. Vokal di sini yang justru memberikan dimensi lebih melalui sekelompok paduan suara, Chance the Rapper, dan Kanye sendiri.

We on an ultralight beam
We on an ultralight beam
This is a God dream
This is a God dream
This is everything
This is everything

Satu lagu terasa mengangkat, tetapi apa yang tiba di outro melempar Ultralight Beam ke tingkatan yang baru dengan performa vokal yang menggetarkan dan klimatis.

Nuansa gospel berlanjut dalam Father Stretch My Hands Part 1, dalam takaran tertentu. Part 1 memiliki sample dari Father I Stretch My Hands-nya Pastor T. L. Barrett yang dicincang sedemikian rupa. Namun tepat di detik setelah tag Metro Boomin keluar, lagu berubah haluan menjadi Kanye yang kita tahu, yakni arogan dan hedon. Bagaimanapun, baris “bleached asshole” yang terkenal berasal dari trek ini.

Apa yang terdengar selanjutnya dari The Life of Pablo adalah kolase lagu-lagu yang tidak berkaitan. Hal ini memang benar adanya apabila album ini tidak memiliki konteks. Nyatanya, The Life of Pablo punya sejuta konteks yang membentuk tiap suasananya.

Kanye tidak mau move on dari kejadian VMA dengan menyinggung Taylor Swift di Famous, blak-blakan soal laptop-nya yang dicuri dalam Real Friends, pamer soal Yeezy mengalahkan Jordan dalam Facts. Kehidupan pribadi Kanye adalah benang dari kumpulan “kekacauan” ini, sehingga menghadirkan kesan tersendiri ketika mendengarkan album ini berulang-ulang.

Bicara soal berulang-ulang, The Life of Pablo memang dirilis beberapa kali. Ada perubahan yang terjadi dari rilisan di Tidal dan akhirnya hijrah ke Spotify dengan satu lagu tambahan, Saint Pablo (kita bakal bahas nanti).

Gue adalah salah satu saksi saat The Life of Pablo baru banget dirilis. Ga bakal lupa kacaunya perilisan album ini. Mulai dengerin album ini berulang-ulang di Musicbee gue, dan setelah nyoba denger di Spotify, ada beberapa perubahan drastis. Salah satu yang paling utama adalah penambahan reese bass yang menggaruk telinga di beberapa kesempatan. Komponen-komponen kecil juga banyak nimbrung di sini, entah itu kontribusi vokal atau string tambahan. Tapi satu yang pasti, mix-nya sengaja memberikan nuansa kalau komponen tersebut merupakan hasil tambalan, yang memang baru ditambah setelah perilisan perdana.

The Life of Pablo mengandung banyak trek selingan yang “redundant”. Bagi gue, mereka justru membentuk kepribadian album dengan lebih nyata. I Love Kanye adalah akapela solo yang memberikan pandangan satir mengenai dua sisi Kanye yang orang-orang bedakan: Kanye lama yang suka pakai sample soul dan Kanye baru yang angkuh. Silver Surfer Intermission adalah “akapela” lainnya dalam album ini. Dialog Max B dan French Montana via ponsel mengutarakan dukungan kepada Ye soal album barunya. Lonjakan moral yang nampaknya dia butuhkan pada saat itu sampai-sampai disisipkan di album sendiri.

Kanye lama dan Kanye baru nyatanya memang muncul dalam album ini. The Life of Pablo timbul dengan eksperimentasi dan tradisi, minimalis sekaligus detil, boom bap dan trap rap. Dia adalah rangkuman kecil dari warna musik yang Kanye teliti selama tujuh album terakhir (jika menghitung Watch the Throne). Sayang sekali tidak ada yang pernah mengangkat argumen versatilitas ketika bicara soal The Life of Pablo. Alih-alih lagu akustik lo-fi setengah matang, gue justru denger pengaruh deep house di Fade, sedikit percikan soul di Part 1, penggunaan instrumen noise di Feedback maupun Freestyle 4.

Rendisi awal TLOP berakhir di Fade, sedangkan versi finalnya memberikan Saint Pablo untuk didengar di Spotify dan Apple Music. Fade adalah trek sensual yang ditunjukkan dengan bassline meloncat (“bouncy” bahasa Indo-nya apa sih?) nan menggoda dengan baris berbau seksual “deep deep down inside” yang diulang-ulang. Kalau itu belum cukup, video untuk lagu satu ini tampak binal untuk platform sebersahabat Youtube. Saint Pablo di lain sisi terasa seperti malam hari di gereja terpencil sembari bintang-bintang berlarian, menyisakan jejak putih di atas langit. Fitur Sampha di chorus padu dengan instrumen yang mellow dan mengalun, pun Kanye yang bicara soal merelakan dirinya kepada Tuhan. Bukan trek gospel secara tradisional, tetapi merupakan dimensi berbeda dari apa yang tersajikan di Ultralight Beam.

Ibaratnya video game, album ini menyajikan dua “ending” dari TLOP. Saint Pablo bukan sekadar trek bonus, melainkan interpretasi baru soal album ini. Jika hanya berakhir di Fade, TLOP adalah seseorang yang tidak belajar, terjatuh ke dalam lubang yang tidak ingin dia untuk panjat. Saint Pablo memutarbalikkan persepsi tersebut, sehingga progres Kanye menuju ye dan Jesus Is King adalah masuk akal. Kedua album setelahnya adalah usaha dalam memperbaiki diri, tidak bersembunyi di balik imej gengsi dan pamer harta. Meski begitu, bukan berarti progres Kanye sepenuhnya lengkap.

Masih banyak hal yang menanti untuk dikupas, hanya waktu yang bisa berujar.

Review Kacangan: Alex G – “Trick” (Album)(2012)

Simetrisitas sampul album ini beserta anjing yang di pusat gambarnya membuat saya tertarik dengan album ini .

Alex G atau (Sandy) Alex G
Trick
Alex G, 2012
Genre: Lo-fi, Bedroom Pop, Emo

Alex Giannascoli, lebih sering disapa Alex G, memulai “karir”-nya pada umur 17 tahun.
Melalui situs tempat musisi “rumahan” berkumpul Bandcamp, dia mengeluarkan album debut-nya dengan judul Race. Dari situ dia mulai membangun karir dengan genre lo-fi, sebutan yang akrab untuk genre yang lagu-lagunya direkam dengan tidak terlalu jernih seperti pada lagu umumnya. Kekasaran itu adalah tujuan utama dari genre ini, karena secara tidak langsung membuat pendengar lebih dekat dengan kisah maupun instrumen yang dibuat penyanyi dalam keterbatasan sumber dayanya.

Trick digadang sebagai “kumpulan lagu-lagunya yang tidak lolos di album-album sebelum”, namun sejauh yang saya dengar, album yang aslinya dirilis tahun 2012 ini tidak begitu terkesan sebagai album buangan. Penempatan urutan treknya menjadi faktor utama, namun sebenarnya ada sedikit keterkaitan di antara 17 karya Alex G ini yang mengisi satu sama lain. Konsistensi ini mungkin terbentuk dari betapa dekatnya Alex menyusun lagu-lagu di antara jangka waktu yang tak jauh berbeda. Ini hanyalah spekulasi, namun yang pasti Trick cocok untuk telinga yang ini mendengarkan band lo-fi dengan sentuhan emo dan post-hardcore di sana-sini. Ini adalah kombinasi yang unik untuk sebuah album.

Memory membuka album dengan dentuman drum mirip band folk kontemporer, dilanjut dengan lirik sentimental dari vokalis soal masa lalu dan obat-obatan dengan hanya genjrengan gitar akustik yang menemani, kemudian progresi chord yang terasa nostalgik itu bercampur dengan drum yang sebelumnya hadir. Solo gitar dengan sedikit distorsi membuat lagu ini terasa seperti gubahan dari Sun Kil Moon atau semacamnya, hanya saja ada jiwa muda yang menyelimuti.

Forever terasa seperti lagu britpop pada intronya dengan gitar akustik yang berempasis pada senar bass, kemudian seluruh komponen lagu hadir, kali ini termasuk terompet yang menambah kesan midwest emo. Perasaan yang campur aduk dalam lagu ini secara instrumental, dan liriknya yang menyinggung tak jauh-jauh dari kesendirian dan keinginan akan sentuhan manusia lain. Kedua lagu ini cukup singkat, bahkan seluruh album adalah kumpulan dari lagu-lagu yang singkat.

Animals menceritakan tentang anjingnya Rosie yang hidup bagai sahabat terbaiknya. Tiap baris dalam verse dinyanyikan dengan progresi chord yang sama dengan suasana yang terasa soliter.

Dalam String, Alex mencoba menjadi sedikit funky agak sedikit grungy melalui riff gitar ber-chorus yang diiringi perkusi tradisional seperti gendang, juga gitar utama yang bernuansa sedikit psikedelik. Pada saat lirik dinyanyikan, trek seakan-akan berubah haluan seperti indie rock melalui pola genjrengan gitar yang berubah. Setelah kata terakhir dinyanyikan lagu kembali menjadi funky. Trek yang unik sekaligus berdurasi terpanjang di album.

Penuh dinding suara dan juga lead yang sedikit poliritmik adalah identitas dari Advice. Ini adalah lagu yang sedikit kasar di gitarnya dan tidak terlalu megah.

People mengingatkan sangat lekat akan band emo The World Is A Beautiful Place dengan vokal yang terkesan ramai dan menyaut ketimbang bernyanyi, dengan sedikit sentuhan ala Sunny Day Real Estate di interlude-nya. Liriknya yang introspektif juga menegaskan identitas lagu ini lebih baik.

Alex menyukai paus. Katanya ia suka ekor tebalnya, dan ingin memotongnya sebagian-bagian dan membagikannya ke orang-orang. Whale hadir dalam vokal dan gitar akustik saja. Benar-benar bedroom pop.

Penggunaan synth diperkenalkan pada trek judul Trick. Bunyinya ringkih, seperti dimainkan dari kotak mainan yang hanya menunggu waktu untuk rusak, dengan sentuhan ambien yang kasar, membuatnya seperti dimainkan dari luar angkasa. Ini adalah sebuah interlude album yang singkat dan menjembatani sesi selanjutnya yang lebih “garang”.

Perlu diketahui album ini akan lebih indah jika dengan lirik yang kalian bisa baca satu-satu melalui Genius atau situs database lirik sejenis. Secara instrumental, ini adalah album yang cukup solid dengan variasi yang begitu beragam dari genre-genre indie rock dan tetangga-tetangganya. Durasi lagunya yang singkat-singkat ini mungkin juga memiliki tujuan untuk membahas topik yang lebih beragam dan begitu abstrak.

Setelah Trick, suasana trek-trek lain relatif konsisten. Ini adalah album santai yang memiliki nilai-nilai sentimentil di dalamnya. Bagian gitar bass ataupun nada aransemen bassline-nya secara umum yang disusun dengan baik menyokong hampir keseluruhan album, terutama Mary. Bercerita tentang gadis impian si penyanyi, yang tentunya bernama Mary dengan lirik berpola dialog.

Kate dan So adalah trek yang cukup baik, namun tidak ada yang bisa dikatakan lagi selain merujuk dari paragraf-paragraf di atas. Change menggemakan baris yang sama pada akbir lirik, “I don’t like how things change.”

Clouds tampil dengan sapuan nada tinggi pada piano yang kelihatannya digunakan untuk mereplika bunyi harpa. Dengan paduan gitar bass dan gitar yang santai, ini adalah trek instrumental yang cukup fenomenal, dan berhasil mempertahankan feel dari lagu. Trick memang berisi kesedihan dari tadi, tapi Clouds adalah penegas utamanya.

Instrumen piano dipertahankan dalam Adam, dengan senyap mengikut di antara instrumen-instrumen yang menggebu pada awal lagu, dan digantikan sejenak oleh synth yang memekik pada akhir lagu. Sarah memperkenalkan synth dengan bunyi mirip instrumen tiup yang jarang terdengar sebelumnya. Trek ini menceritakan tentang kisah Sarah dan obsesi romantis penyanyi yang cukup sadis kepada Sarah, diakhiri dengan bagian lagu yang menyayat hati setelah lirik seperti ini dinyanyikan.

I can’t rely on hope with fate
and every time I wake
I second guess the game I play
that I make a mistake

Trek bonus 16 Mirrors, diisi dengan suara vokalis yang dinaikkan pitch-nya. Tidak ada yang bisa terdengar cukup jelas kecuali “sixteen mirrors”. Bagaimanapun ini adalah trek bonus, dan we could just leave it at that.

Review Kacangan: Rayi Putra – “Introduction” (EP) (2017)

Rayi ingin memperkenalkan diri dalam 6 trek synthpop 80-annya ini.

Rayi Putra
Introduction
Roopiah Records, 2017
Genre: Synthpop, R&B, Soul, Trap

Pentolan dari trio RAN, Rayi, baru saja mengeluarkan proyek solonya, Introduction. Personil yang berspesialis dalam rap di antara tiga personilnya ini telah merilis trek sejak 2016 lalu. Dimulai dari Pretty Girl, lalu Demons, dan terakhir Talk. Chill. Sleep. Kalau harus memilih dari ketiganya, Pretty Girl adalah single yang paling solid dengan mengambil genre soul ala 80-an.

Introduction merupakan EP yang terdiri dari 6 trek, termasuk ketiga single, Really Wanna Luv You, MPC – Malam Penuh Cinta, dan gubahan ulang dari lagu Talk. Chill. Sleep. oleh NAJ.

Dimulai dari lagu Demons, Rayi menunjukkan kemampuan rap dalam bahasa Inggrisnya, bercerita tentang bagaimana “iblis” berada di sekitar dia dan berusaha untuk membuatnya menyerah. Synth 80-an sangat lekat dalam album ini, terutama Demons. Progresi dua chord pad mengawali lagu, lalu disusul dengan beat yang gabungan dari pop dan trap (hi-hat yang bunyinya beruntun, penggunaan perkusi berfrekuensi tinggi seperti lonceng, dsb.). Intonasi Rayi juga sangat jelas, bahkan lebih dari rapper luar kebanyakan. Mungkin ini lebih ke masalah produksi, tapi bagaimanapun tetap mengesankan untuk rapper dengan bahasa ibu bukan bahasa Inggris.

Dilanjut dengan Really Wanna Luv You, yang kali ini adalah trek R&B. Lagi-lagi unsur yang lekat dengan lagu 80-an seperti ketukan drum boom-bap dan juga suara khas lonceng 808 hadir dalam lagu. Aransemen lagu yang minimalis ditambah dengan hook/reff/chorus (ketiganya sama, tapi saya bakal lebih sering menggunakan “chorus” atau “hook“) yang mudah diingat (“I really wanna love you, I really really wanna love you”) membuat lagu ini dapat menjadi daya tarik pada album super santai ini.

MPC – Malam Penuh Cinta, satu-satunya lagu berlirik Indonesia dalam Introduction, terus melanjutkan suasana lembut dalam album. Trek yang cukup seksi, berisi ajakan Rayi pada kekasih untuk menghabiskan waktu berdua. Sentuhan trap hadir kembali, ditunjukkan oleh hi-hat pada chorus lagu ini. Mungkin judul lagu yang disingkat adalah referensi kecil dari salah satu mesin drum terkenal produksi Akai. 80’s throwback lol

Lagu keempat, Pretty Girl, cocok untuk menemani berkendara kalian di malam hari. Irama lagu yang groovy berhiaskan chord synth yang bergema kecil sembari lead mengiringi dengan agresif, ditemani pula dengan beat antara bass drum dengan snare yang selang seling menghentak di tiap ketukannya, membuat kombinasi trek yang (maaf untuk mengatakan ini lagi) 80-an banget. This is totally my jam.

Introduction kemudian menikuk sedikit menuju R&B pop kekinian ala The Weeknd pada Talk. Chill. Sleep.. Berbeda dari keempat lagu sebelum, produksi Talk. Chill. Sleep. atmosfir bass yang terasa lebih berat sekaligus elemen yang kontras dari ritme yang dalam, yakni piano dan synth yang lentik. Penggunaan tom drum 808 juga hadir dalam lagu ini, meskipun secara keseluruhan lagu ini terkesan sangat modern. Salah satu yang paling menonjol juga di sini adalah bagian outro-nya, dengan adanya sentuhan synth dengan pitch yang berkelok-kelok dan irama lagu yang sedikit berbeda dari awal hingga pertengahan lagu. Gambaran keseluruhan lagu mengingatkan akan Suit and Tie-nya Justin Timberlake.

Remix-nya beda lagi. Pada gubahan ulang ini, Talk. Chill. Sleep. disulap sebagai trek trap dengan bass 808 yang gurih pada paruh kedua lagu. NAJ memulai aransemen lagu dengan synth pad yang terasa klimatik. Masuk akal, mengingat ini adalah lagu terakhir dalam EP ini. Iringan piano pada lagu asli masih dipertahankan, walaupun peran perkusi dan instrumen lain lebih dominan, sehingga membawa feel yang berbeda dari lagu orisinilnya.

Introduction, seperti artinya, mengenalkan kita pada karakter suara Rayi yang berbeda dari posisinya di RAN. Deretan lagu yang penuh groove, unsur-unsur musik pop 80-an yang lekat membuat EP ini layak masuk dalam jajaran “80’s pop revival” yang dua tahun lalu ditunjukkan oleh album Carly Rae Jepsen bertajuk Emotion, maupun Paramore dengan After Laughter-nya. Meskipun dari sisi konsep musik baik, Intro masih membawa klise lagu-lagu pop romansa pada umumnya. Demons hadir cukup baik sebagai pengimbang dengan mengambil tema soal opresi secara pribadi, meski masih terasa dangkal di beberapa tempat. Direksi secara lirik perlu jadi tolak utama Rayi selanjutnya, namun untuk sejauh ini, Introduction adalah impresi pertama yang cukup baik.


NB.: Bunyi pad itu yang yang kayak gini, lho. Nge-review ginian di bahasa Indonesia susah banget, I tell you.