Geliat E-Commerce, Nasionalisme, dan Konsumerisme: Kita semua sama di mata mereka

Beli, beli, beli! Kini mimpi buruk di film They Live tidak semimpi yang kedengarannya lagi.

KFC telah hadir di Indonesia selama 36 tahun, 25 tahun untuk McDonalds, 16 tahun untuk Kaskus, 7 tahun Tokopedia, 11 tahun Jco, 30 tahun Cineplex 21, dan sampai 2016 terdapat situs e-commerce maupun usaha waralaba yang tidak mati kalau bukan karena kontribusi rakyat Indonesia. Apa yang berubah dari kita? Apapun, kecuali sikap konsumerisme. Lanjutkan membaca “Geliat E-Commerce, Nasionalisme, dan Konsumerisme: Kita semua sama di mata mereka”

Review Kacangan: Angry Birds Movie (2016)

Kecerdasan karakter dan komedi (lihat bagaimana Chuck harus ikut jinjit agar bisa terlihat di layar) yang agak tercoreng di bagian plotnya.

Saya ingat waktu pertama kali memegang hape pintar Android. Dulu OS-nya masi Froyo, masih 2.0 atau sekian lah, saya juga lupa. Hape jaman itu masih sepi game. Belum ada Clash of Clans, Candy Rush, apalagi game high-end semacam game-game superhero. Masih jarang. Adanya cuma Angry Birds.

Lanjutkan membaca “Review Kacangan: Angry Birds Movie (2016)”

Review Kacangan: Dirty Harry (1971)

Dirty Harry adalah film dengan naskah membumi dan karakter yang mestinya bisa dikenal lebih luas.

Mungkin yang sering nonton serial barat bakal ngerasa kalo Harry Callahan bukanlah inspektur sesempurna tokoh-tokoh di acara seri seperti CSI atau NCIS, tapi justru itu yang menjadi kekuatan karakternya. Selama dia punya sense of justice yang kuat, Dirty Harry yang geradakan pun dapat dibilang sebagai penegak hukum yang lebih sejati.

Hadir pada tahun 1971, Don Sieger hadir menggandeng Clint Eastwood dalam film kriminal berjudul Dirty Harry. Kunci cerita hadir dalam format sesimpel mungkin, di mana inspektur Kepolisian Los Angeles bernama Harry Callahan (yang kerap dijuluki Dirty Harry karena berbagai hal) menjalankan profesinya yang setiap hari penuh dengan hiruk pikuk kota dan sesekali ditemani oleh para penjahat yang terkadang bisa ditumpasnya dengan enam peluru dalam pistol Magnum .45. Saat susah pun kadang ditemui semua orang, tidak terkecuali Harry. Melalui pendekatan anortodoksnya, Inspektur Callahan harus bertarung melawan psikopat yang terlindungi oleh perisai hukum.

mpc-hc 2016-05-08 08-35-24-35
“Do you feel lucky, punk?”

Secara alur, seperti yang saya tuturkan, Dirty Harry mungkin telah dilakukan selama ribuan kali dalam kisah-kisah fiksi. Premis detektif mengejar penjahat telah dikenal sejak tahun 1800-an melalui karya Sherlock Holmes. Suasana Inggris era Victoria yang lekat dengan ragam warna kelam mengisi kasus-kasus pembunuhan Sherlock. Seiring berjalan waktu, kisah kedua kubu (hukum melawan penjahat) menyesuaikan diri dengan keadaan pengarang cerita mulai dari kisah sheriff di padang pasir Amerika hingga sampai pada Dirty Harry yang muncul untuk mewakili ke-badass-an detektif era 70-an. Hal itu berhasil. Sangat berhasil.

Harry Callahan bukan orang yang sempurna. Penonton terus melihat tingkahnya yang selalu melawan atasannya, menentang hukum yang ada, yang berikut meski bukan hal yang perlu (dan terlebih jarang dilakukan orang pada normalnya), tapi pembenaran atas tokoh Harry berlaku dengan baik di sini. Hal ini disebabkan oleh kuatnya naskah dan penokohan Harry Callahan sebagai manusia penuh cela (dia genit dan juga tidak pikir panjang), namun di lain sisi adalah sosok yang memegang teguh keadilan. Naskah ditulis secara membumi, ditunjukkan oleh dialog Harry dengan warga San Fransisco. Baik pemilik restoran hingga koleganya, semuanya memberi kesan tersendiri. Hal-hal kecil yang sebenarnya terlihat sebagai basa-basi di dunia nyata sengaja disisipkan dan diperkuat dengan fakta bahwa basa-basi itu sebenarnya menggambarkan sifat-sifat tokoh tanpa harus membabi buta menekankannya lewat dialog. Kita tahu seberapa gilanya karakter Joker dari serial komik Batman dari logat dan omong kosongnya yang terkesan psikopat, atau omongan-omongan khas Liam Neeson di film-film action-nya menunjukkan seberapa SERIUSnya beliau jika anaknya diculik atau apapun. Dirty Harry hanya perlu topik-topik sepele yang memercik opini-opini keluar dari satu karakter, membuat kita lebih paham akan jalan pikiran karakter. Dan juga beberapa momen didukung oleh keputusan yang diambil karakter yang sesuai dan fokus, sehingga Harry Callahan dan karakter lain bisa dibilang kekuatan film yang cukup berarti melebihi plot yang ada.

mpc-hc 2016-05-08 13-17-53-19.jpg

Bukan berlebihan kalau mengatakan bahwa ini film yang tidak lekang dimakan waktu. Relevansi kriminal dan figur penjahat yang ditampilkan terbukti sampai saat ini masih hadir di sekitar kita secara menyeramkan. Pemerkosa sekaligus pembunuh dan perampok dalam satu orang sekaligus mungkin bisa jadi kasus langka, tetapi ancaman yang hadir (bagaimana orang-orang semacam ini berkeliaran) masih terasa sama hingga 45 tahun film ini dibuat. Hal ini setidaknya memberikan koneksi tersendiri dengan para penonton yang beberapa menginginkan realisme dalam film yang mereka tonton.

mpc-hc 2016-05-08 08-37-12-81.jpg

Teknik pengambilan gambar dilakukan dengan memanfaatkan sudut-sudut yang mencakup keseluruhan latar. Dengan memulai gambar pada suatu tempat, kemudian sambil memberikan pandangan akan latar, kamera mengalihkan pandangan pada karakter utama yang sedang berjalan ke tujuannya dan akhirnya berhenti pada satu tempat. Hal ini dapat ditemui beberapa kali dalam film dan menambah nilai estetika tersendiri. Tidak ada pesan ataupun gimmick yang ingin disampaikan melalui sinematografi, Dirty Harry hanya ingin penonton ikut terlibat dalam suasana kota San Fransisco.

Lihat beberapa kali saya menyinggung soal alurnya yang tidak unik? Meski bukanlah kekurangan (karena sebenarnya Dirty Harry ingin lebih menceritakan tentang tokoh melalui konflik, bukan menceritakan konflik melalui karakter yang ada), beberapa titik plot memang terasa tidak natural. Hal minor konyol yang saya temukan (dan mungkin tidak relevan dengan peristiwa setelah) adalah ketika antagonis berbohong mengenai wajahnya dihantam oleh Harry yang menyebabkan Harry diberhentikan oleh Kapolda-nya. Namun setelah itu konflik dilepas dan tidak dibahas lagi sepanjang film, hingga hanya menyisakan pertanyaan “Oke, apa ini perlu?”. Ada juga saat di mana Harry dihajar massa karena ketahuan mengintip (untuk “investigasi”). Tidak ada yang salah untuk scene ini, cuma menurut saya terasa cheesy ala 70-an sekali. Klasik.

mpc-hc 2016-05-08 13-21-44-88.jpg

Aksi dan intriknya tetap terjaga selama 102 menit berlalu. Meski klise tanpa twist apa-apa, tetapi bagaikan TTS, yang jawabannya lebih rumit untuk dicari akan lebih menarik untuk dipecahkan ketimbang teka-teki silang untuk anak TK. Ada masa di mana tempo cerita tidak dibuat terlalu menegangkan, tetapi tidak terlalu ngaret juga. Ada saatnya di mana aksi tembak-tembakan yang sengit, namun di saat Detektif Harry berjuang mencari petunjuk, film berusaha sefokus mungkin untuk membuat cerita tetap berpusat pada pencarian pembunuh dan bukannya tembak-tembakan semata.

Mungkin saya akan mengecek beberapa karya Don Sieger ke depannya seperti salah satunya Escape from Alcatraz yang sama-sama dibintangi oleh Clint Eastwood. Penulisan naskahnya yang benar-benar saya nikmati dan penampilan Clint yang penuh karisma (seperti biasa) mungkin adalah salah satu kolaborasi sutadara-aktor yang saya sukai seumur hidup.